Sedikit menggegerkan publik bahkan sedang
menjadi trending topik di media massa dan media sosial setelah Presiden Jokowi
memutuskan untuk memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun
yang merupakan terpidana korupsi kasus alih fungsi lahan di Provinsi Riau.
Nah, perlu diketahui bahwa Grasi adalah
Hak Presiden untuk memberikan pengurangan hukuman kepada seseorang yang sedang
menjalani hukuman. Seperti kasus Annas Maamun yang ditangkap bersama seorang
pengusaha kelapa sawit Gulat Medali Emas Manurung di kawasan Cibubur dengan
barang bukti uang 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta.
Setelah melalui proses persidangan, Annas
Maamun divonis enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan
kurungan penjara. Akan tetapi, pada tahun 2018, ia mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung. Namun, kasasi ditolak dan MA memperberat hukuman Annas menjadi
tujuh tahun penjara.
Maamun mendapat grasi dari Presiden
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi, tanggal ditetapkan tanggal 25 Oktober
2019, Jokowi memberikan Grasi yang mengurangi hukuman pidana 7 (tujuh) tahun
penjara menjadi 6 (enam) tahun penjara.
Menurut Presiden Jokowi, pemberian grasi
tersebut atas pertimbangan Mahkamah Agung dan Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan Keamanan. Masih menurut Jokowi, jika dilihat dari kacamata
kemanusiaan, Annas Maamun layak mendapatkan grasi
"Kenapa itu diberikan, karena memang
dari pertimbangan MA seperti itu. Pertimbangan yang kedua dari menkopolhukam
juga seperti itu. Memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur
dan sakit-sakitan terus. Sehingga dari kacamata kemanusiaan itu
diberikan," kata Jokowi.
Akan tetapi, keputusan Jokowi menuai
pro-kontra dan tanda tanya besar dari publik. Salah satu komentar dari
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang
Trisasongko bahwa pemberian Grasi kepada koruptor tidak akan memberikan manfaat
kepada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan
bahwa, keputusan Jokowi sebagai bukti bahwa ia tidak mendukung upaya
pemberantasan korupsi di PT.
Di media sosial pun tidak kalah dalam
menanggapi keputusan sang Presiden. Tidak sedikit yang kecewa dengan Jokowi,
Jokowi dinilai hanya omong kosong dalam upaya pemberantasan korupsi.
Narasi-narasinya bukan hanya membius tapi membodohi publik.
Korupsi berasal dari bahasa Latin
"coruptio" dan "corruptus" yang berarti kerusakan atau
kebobrokan. Sedangkan dalam bahasa Yunani "corruptio" berarti
perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap,tidak bermoral,
menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil, mental, dan
umum.
Berdasarkan pemahaman Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 pasalnya yang kedua yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001, Korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri
sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi), yang secara langusng
maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari
segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.
Oleh karena itu, secara moral, korupsi
tidak dapat diterima dalam sebuah masyarakat yang beradab. Siapapun dia, harus
dihukum setimpal dengan perbuatannya. Bahkan, di negara lain koruptor dirajam
dan dihukum mati.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menyebutkan enam dampak sosial dari korupsi. Salah satunya adalah meningkatkan
kemiskinan pada sebuah negara. Kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan
absolut, relatif, kultural dan struktural yang tercipta dari morat-maritnya
pertumbuhan ekonomi.
Secara tidak langsung, korupsi memberikan
dampak yang mengerikan terhadap angka kemiskinan. Korupsi menyebabkan
ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk keluar dari
kemiskinan.
Selain itu, korupsi memberikan dampak
negatif terhadap budaya. KPK menyebut mayoritas masyarakat Indonesia cenderung
masih permisif dengan korupsi. Bahkan tidak memberikan sanksi sosial atau hukum
yang memberatkan para koruptor.
Contoh nyatanya adalah Setia Novanto yang
sudah beberapa kali berpelesiran padahal ia dihukum 15 tahun penjara akibat
korupsi dana e-KTP. Saat ini, Jokowi pun menguatkan pendapat KPK dengan
memberikan keringanan kepada Annas Maamun.
Apakah kita menganggap korupsi sebagai
kejahatan tidak berbahaya? Apakah kita menganggap korupsi bukan kejahatan
terhadap kemanusiaan? Mereka yang tak berdaya membayar pajak dengan rutin
tetapi mereka masih hidup dalam belenggu kemiskinan.
Ingat! Korupsi adalah tindakan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Sekali kita menghabiskan jutaan, miliaran dan triliunan
rupiah untuk diri sendiri, kita mengurung banyak orang untuk tidak mendapatkan
makanan, tempat tinggal, pakaian dan pendidikan yang layak. Itu jahat.
Koruptor itu tidak pernah mempedulikan
sisi kemanusiaan orang-orang miskin di Indonesia. Ia, jika ia memikirkannya,
pasti ia tidak terlibat dalam korupsi. Ia lebih mementingkan kepentingan
dirinya dari pada masyarakat. Ia lebih memilih tinggal dengan fasilitas
lengkap, makan minum serba kelebihan daripada memperhatikan mereka yang tinggal
di kolong jembatan, makan seadanya bahkan kadang tidak makan dalam sehari.
Lalu, kita memberikan keringanan kepadanya
berdasarkan pertimbangan sisi kemanusiaan? Koruptor layak diperlakukan tidak
manusiawi karena kejahatannya benar-benar tidak manusiawi.
sumber:https://www.kompasiana.com/neno1069/5dde5e26df66a758d173c1b2/koruptor-itu-tidak-manusiawi-jangan-berikan-grasi?page=3
sumber:https://www.kompasiana.com/neno1069/5dde5e26df66a758d173c1b2/koruptor-itu-tidak-manusiawi-jangan-berikan-grasi?page=3
0 komentar:
Posting Komentar